Jurnal
Penutup adalah ayat jurnal yang dibuat pada akhir periode akuntansi untuk
menutup rekening-rekening nominal/sementara.
Akibat
penutupan ini maka rekening–rekening ini pada awal periode akuntansi saldonya
nol.
B. JURNAL PENUTUP
Terdapat
4 (empat) jurnal penutup yang harus dibuat yaitu:
Menutup
rekening Pendapatan
Rekening
Debet
Kredit
Pendapatan
Ikhtisar
Rugi/Laba
xxx
xxx
Menutup
rekening Beban
Rekening
Debet
Kredit
Ikhtisar
Rugi/Laba
Beban
xxx
xxx
Menutup
rekening Ikhtisar Rugi/Laba
Rekening
Debet
Kredit
Ikhtisar
Rugi/Laba
Modal
xxx
xxx
Menutup
rekening Prive
Rekening
Debet
Kredit
Modal
Prive
xxx
xxx
REVERSING ENTRIES (JURNAL BALIK)
Jurnal
balik adalah jurnal yang dibuat pada awal periode sebagai kebalikan dari
sebagian jurnal penyesuaian pada akhir periode sebelumnya. Jurnal ini bersifat
opsional namun jika dilakukan memberikan manfaat. Tidak semua ayat jurnal
penyesuaian dilakukan reversing entries. Jurnal penyesuian yang dibalik adalah:
Hutang biaya
Piutang Pendapatan
Pendapatan Diterima Dimuka jika
digunakan pendekatan pendapatan
Biaya Dibayar Dimuka jika
digunakan pendekatan beban (biaya)
Untuk
memudahkan pemahaman, berikut ini disajikan ikhtisarnya saja sebagai berikut:
STRUKTUR MAJEMUK MASYARAKAT
INDONESIA
Struktur masyarakat Indonesia di tandai oleh dua ciriny yang bersifat unik.
Secara horizontal, ia di tandai oleh kenyataan adanya kesatuan- kesatuan social
berdasarkan perbedaan-perbedaan suku-bangsa, perbedaan – perbedaan suku-bangsa,
perbedaan-perbedaan agama, adat istiadatserta perbedaan –perbedaan kedaerahan.
Secara vertical, struktur masyarakat Indonesia dintandai oleh adanya perbedaan-perbedaan
vertical antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam. Untuk tidak
berbicara terlalu samar-samar, keduanya akan kita bicarakan secara lebih
mendalam.
Perbedaan – perbedaan suku bangsa, agama, adat dan kedaearahan seringkali
disebut sebagai cri masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk, suatu istilah
yang mula-mula sekali diperkenalkan oleh Furnivall untuk menggambarkan
masyarakat Indonesiapada masa Hindia-Belanda. Konsep masyarakat majemuk
sebagaimana yang banyak dipergunakan oleh ahli-ahli ilmu kemasyarakatan dewasa
ini memang merupakan perluasan dari konsep Furnivall tersebut. O
Masyarakat Indonesia pada masa hindia –belanda , demikian menurut Furnivall,
adalah merupakan suatu masyarakat majemuk, yakni suatu masyarakat yang terdiri
atas dua atau lebioh elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu
sama laian didalam suatu kesatuan politik. Sebagai masyarakat majemuk,
masyarakat Indonesia disebut sebagai suatu tipe masyarakat daerah tropis dimana
mereka yang berkuasa dan mereka yang dikuasai memiliki perbedaan ras.
Masyarakat Indonesia sebagai keseluruhan terdiri elemen-elemen yang terpisah
satu sama lain oleh karena perbedaan ras, masing-masing lebih merupakan
kumpulan individu- individu daripada sebagai suatu keseluruhan yang bersifat
oganis, dan sebagai individu kehidupan social mereka tidaklah utuh.
Didalam kehidupan ekonomi, tidak adanya kehendak bersama tersebut menemukan
pernyataannya didalam bentuk tidak adanya permintaan social yang dihayati
bersama oleh seluruh elemen masyarakat, setiap masyarakat politik, demikian
menurut Furnivall, dari kelompok nomad sampai bangsa yang berdaulat,
berangsur-angsur melalui suatu periode waktu tertebtu membentuk peradaban dan
kebudayaannya sendiri : membentuk kesenianya sendiri, baik dalam bentuk sastra,
seni lukis, maupun music, serta membentuk perlbagai kebiasaan didalam kehidupan
sehari-hari: sebagian daripadanya berupa terbetuknya system pendidikan informal
dengan mana tiap anggotanya tersosialisir sebagai anggota dari masyarakat
tersebut.
Didalam suatu masyrakat majemuk seperti halnya dengan masyarakat Indonesia pada
masa Hindia–Belanda, permintaan masyarakat tersebut pada masa Hindia-Belanda,
permintaan masyarakat tersebut tidaklah terorganisir, melainkan bersifat
seksional, dan tidak permintaan social yang dihayati bersama oleh semua elemen
masyarakat.
Suatu masyarakat majemuk, demikianlah apa yang dapat kita simpulkan dari
konsepsi Furnivall, adalah suatu masyarakat dalam mana system nilai yang dianut
oleh berbagai kesatuan social yang menjadi bagian-bagianya adalah sedemikian
rupa sehingga para anggotanya kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat
sebagai keseluruhan, kurang memiliki homogenitas kebudayaan atau bahkan kurang
memiliki dasar-dasar untuk saling memahami satu sama lain. Suatu masyarakat,
adalah bersifat majemuk sejauh masyarakat tersebut secara structural memiliki
sub-sub kebudayaan yang bersifat diverse. Masyarakat yang demikian di tandai
oleh kurang berkembangnya system nilai atau consensus yang disepakati oleh
seluruh anggota masyarakat, oleh berkembangnya system nilai dari
kesatuan-kesatuan social yang menjadi bagian-bagiannya dengan penganutan para
anggotanya masing-masing secara tegar dalam bentuknya yang relative murni,
serta oleh sering timbulnya konflik-konflik social, atau setidak-tidaknya oleh
kurangnya intergrasi dan saling ketergantungan di antara kesatuan-kesatuan
social yang menjadi bagian-bagiannya dengan penganutan para anggotanya
masing-masing secara tegar dalam bentuknya yang relatif murni, serta oleh
sering timbulnya konflik-konflik social, atau setidak-tidaknya oleh kurangnya
integrasi dan saling ketergantungan di antara kaesatuan-kesatuan social yang
menjadi bagian-bagiannya. Clifford Geertz berpendapat masyarakat majemuk adalah
merupakan masyarakat yang terbagi-bagi ke dalam sub-sub system yang kurang
lebih berdiri sendiri-sendiri, dalam mana masing-masing sub system terikat ke
dalam oleh ikatan-ikatan yang bersifat primordial.
Van den Berghe menganggap masyarakat majemuk tidak dapat digolongkan begitu
saja ke dalam salah satu di antara dua jenis masyarakat menurut model analisis
Emile Durkheim. Suatu masyarakat majemuk tidak dapat disamakan dengan
masyarakat yang memiliki unit-unit kekerabatan yang bersifat segmenter, akan
tetapi sekaligus juga tidak dapat disamakan dengan masyarakat yang memiliki
diferensiasi atau spesialisasi yang tinggi. Yang disebut pertama merupakan
suatu masyarakat yang terbagi-bagi ke dalam berbagai-bagai kelompok yang
biasanya merupakan kelompok-kelompok berdasarkan garis keturunan tunggal, akan
tetapi memiliki struktur kelembagaan yang bersifat homogeneus. Yang disebut
kedua, sebaliknya, merupakan suatu masyarakat dengan tingkat diferensiasi yang
tinggi dengan banyak lembaga yang bersifat komplementer dan saling tergantung
satu sama lain.
Didalam artian yang demikian itulah, maka masyarakat Indonesia merupakan
masyarakat yang bersifat majemuk. Hanya saja perlu kita sadari, bahwa berbeda
dari Furnivall yang mengartikan pluralitas masyarakat Indonesia didalam konteks
masyarakat colonial yang membedakan golongan-golongan Eropa, Tionghoa, dan
golongan Pribumi, maka pluralitas masyarakat Indonesia sesudah masa revolusi
kemerdekaan harus dimengerti di dalam konteks perbedaan-perbedaan internal di
antara golongan pribumi.
Indonesia terletak ditengah-tengah lalu-lintas perdagangan laut melalui kedua
samudera tersebut, maka masyarakat Indonesia telah sejak lama sekali memperoleh
berbagai-bagai pengaruh kebudayaan bangsa lain melalui para pedagang asing.
Pengaruh yang pertama kali menyentuh masyarakat Indonesia berupa pengaruh
kebudayaan Hindia dan Budha dari India sejak 400 tahun sesudah Masehi.
Hinduisme dan Budhaisme, pada waktu itu tersebar meliputi daerah yang cukup
luas di Indonesia, serta lebur bersama-sama dengan kebudayaan asli yang telah
hidup dahulu sebelum itu. Namun demikian terutama di pulau Jawa dan di pulau
Balilah pengaruh agama Hindu dan Budha itu tertanam dengan kuatnya sampai saat
ini.
Pengaruh kebudayaan islam mulai memasuki masyarakat Indonesia sejak abad ke -13,
akan tetapi baru benar-benar mengalami proses penyebaran yang meluas sepanjang
abad ke-15 pengaruh agama islam terutama memperoleh tanah tempat berpijak yang
kokoh di daerah-daerah dimana pengaruh agama Hindu dan Budha tidak cukup kuat.
Pengaruh kebudayaan Barat mulai memasuki masyarakat Indonesia melalui
kedatangan bangsa Portugis pada permulaan abad ke-16. Kedatangan mereka ke
Indonesia tertarik oleh kekayaan rempah-rempah di daerah kepulauan Maluku,
suatu jenis barang dagangan yangsedang laku keras di Eropa pada waktu itu.
Hasil final daripada pengaruh kebudayaan tersebut kita jumpai dalam bentuk
pluralitas agama di dalam masyarakat Indonesia. Di luar Jawa, hasilnya kita
lihta pada timbulnya golongan islam modernis teruatama di daerah-daerah yang
strategis berada di dalam jalur perdagangan internasional pada waktu masuknya
reformasi agama islam, golongan islam konservativetradisionalist di
daearah-daearah pedalaman, dan golonganKristen didaerah-daearah Maluku, NTT,
Sulawesi Utara, Tapanuli dan daerah lainya.
Pemerintah Hindia-Belanda yang berlangsung tidak kurang dari 350 tahun itu
bukannya meniadakan kontras antara Jawa dan Luar Jawa, melainkan membiarkanya
demikian. Sebagaimana kita ketahui bersama, maka sejak abad ke 18 tekanan
daripada perdagangan Belanda berpindah dari daerah Maluku ke pulau jawa. Sejak
saat itu pengawasan pemerintah Hindia Belanda terhadap daearah-daerah diLuar
Jawa menjadi lebih bersifat tidak langsung
Perbedaan-perbedaan suku-bangsa, agama, dan regional yang telah kita uraikan di
atas merupakan dimensi-dimensi horizontal daripada struktur masyarakat
Indonesia. Sementara itu dimensi vertical struktur masyarakat Indonesia yang
menjadi semakin pentingt artinya dari waktu ke waktu, dapat kita saksikan dalam
bentuk semakin tumbuhnya polarisasi berdasarkan kekuatan politik dan kekayaan.
Dengan semakin meluasnya pertumbuhan sector ekonomi modern beserta organisasi
administrasi nasional yang mengikutnya, maka kontras pelapisan social anatara
sejumlah besar orang-orang yang secara ekonomis dan politis berposisi lemah
pada lapisan bawah, dan sejumlah kecil orang-orang yang relative kaya dan
berkuasa pada lapisan atas menjadi semakin mengeras. Proses tumbuhnya
ketimpangan yang demikian mempunyai akranya di dalam struktur ekonomi Indonesia
pada zaman Hindia-Belanda, yang oleh Boeke digambarkan sebagai dual economy.
Di dalam struktur ekonomi yang demikian, dua macam sector ekonomi yang sangat
berbeda sekali wataknya berhadapan satu sama lain. Sector yang pertama berupa
struktur ekonomi modern yang secara komersial lebih bersifat canggih. Sector
yang kedua berupa struktur ekonomi pedesaan yang bersifat tradisional, yang
menurut teori ekonomi modern merupakan struktur ekonomi yang berorientasi
kepada sikap-sikap konservatif, dibimbing oleh motif-motif untuk memelihara
keamanan dan kelanggengan system yang sudah ada, tidak berminat pada
usaha-usaha untuk memperoleh keuntungan dan penggunaan sumber-sumber secara
maksimal, lebih berorientasi pada motif-motif untuk memenuhi kepuasan dan
kepentingan-kepentingan social daripada menanggapi ransangan-ransangan dari
kekuatan internasiona, serta kurang mampu mengusahakan pertumbuhan perdagangan
secara dinamis.